Berpesan kerak tebing di tepian
Harau:
Terbanglah yang jauh dan lihai
Lalu melipirlah kembali,
Layaknya burung yang menghapit helai
padi
Untuk kembali mendaur sarang yang
rumpun
Dedaunan pun serta memanggil;
Bergoyang menarikan rindu untuk hadirmu
Yang tak kau tahu,
Di sini, dan alir yang terjerembab
Berkali-kali,
Menggoyahkan riak genang air
Yang selalu kau rindu,
Ketika dinginnya menyeruak
Menguliti tubuhmu, menggerogoti
tulang
Belulangmu, selalu dan begitu
Menelanjangi ingat rentamu
Berkata dinding dan rentanya surau:
Selamilah hitam lautan ilmu
Layaknya penyelam yang urung
Bernapas demi sebuah terumbu
Lantunan pada-Nya pun serta
memanggil;
Mencari raga yang dulu singgah
Bertamu,
Duduk yang takzim mencermat ilmu
Selalu, dan teruslah begitu
Berujar retak ranah di tengah
kemarau:
Pulanglah, seperti yang selalu ibumu
Andaikan pada langit gemulai,
Mengharap kembali tangan-tangan
Yang menadah rindu,
Pada rintik biru juga do’a ibu
Di sini,
Mengharap semu di balik debu,
Awan yang melipir pun serta
memanggil;
Berdo’alah, dan selalu begitu
Ber pergilah,
Dan pulang setelah itu
Berdo’alah, datangkan hujan rindu
Kembalilah,
dan usirkan kemarau rindu
Pada Ibu, Pada ilmu, Pada hatimu,
*) Feiruzy Azzahra atau kerap disapa Fei, lahir di kota kecil bernama Jambi, 23 Mei 2008. Ia mulai meneliti dunia kepenulisan semenjak bangku Sekolah Menengah Pertama, dan baru mulai menulis puisi sejak bangku Sekolah Menengah Atas. Literasi dan dunia kepenulisan merupakan dua hal yang paling ia gemari, penulis-penulis seperti Tere Liye dan Dee merupakan tokoh yang serta menjadi pedomannya dalam berkarya sastra. Baginya, buku dan alat tulis adalah serumpun teman karib, yang terus tumbuh dan hidup membersamai langkah kecilnya. Maka teman, sejatinya akan selau terikat dan erat. Begitulah umpama Fei dan tulisan-tulisan kecilnya.
**) Harau, Surau, dan Kemarau adalah Puisi peraih Juara 2 dalam Lomba Menulis Puisi yang diselenggarakan oleh Pustaka Dua-2 dalam Kegiatan Gebyar Sastra Pustaka Dua-2 Tahun 2025.

Komentar
Posting Komentar