Seribu Berkat Ramadan
Seribu berkat mengalir, tak terhitung
Dalam hening malam, doa bertaburan
Langit membuka
pintu-pintu rahmat
Sedikit gerakan, besar
ganjarannya
Bulan ini, bukan sekadar
waktu berlalu
Namun penghapus dosa,
penyuci jiwa
Pintu kebajikan terbuka
lebar
Setiap detik terasa penuh
makna
Di setiap sujud, terbit
cahaya
Membawa damai, menenangkan dunia
---------------------------
Aku Sahur Sendiri
Cahaya bulan memancar
redup di jendela
Denyut sunyi merayap, mengisi
ruang hampa
Sahur pertama, nasi tawar
tanpa centong kayu ibu
Rindu berkelip,
menumbuhkan serpihan air mata
Masakan ibu terbayang
dalam angan yang kering
Suara tawa saudara, hilang
dalam dekapan malam
Jantung berdegup,
menggigil dalam kesendirian
Setiap suapan menyakitkan,
setiap gigitan adalah jarak
Seperti rembulan yang
tak menyentuh bumi
Hati merindu sentuhan
yang hilang dari waktu
Senyap membungkusnya,
ruang ini terasa sempit
Di meja yang sepi, hampa
menumbuhkan keperihan
Tapi harapan bersinar,
meski lelah menumpuk
Di balik derita, tersimpan
sebuah kebanggaan
Sabar yang tak tampak, sabar
yang tumbuh berkecambah
Untuk pulang membawa
cerita, membawa harga diri
Sahur ini bukan hanya
kenangan
Ia adalah ujian, sebuah
pengorbanan yang tersembunyi
Cahaya Ramadan, tak
pernah redup, selalu menyinari
Sepiring harapan yang
terus membara
Aku Rindu Tidur Siang di Surau
Dalam keheningan, jiwa
terombang-ambing
Terperangkap di dunia
yang gemuruh, tanpa arah
Suara-suara riuh
menghimpit, merampas damai
Hati terkulai, hilang
dalam kelam yang panjang
Tertatih-tatih, jauh dari
nur yang dulu membimbing
Rindu menyelimuti tiap
langkah yang hampa
Di bawah langit yang buram,
akankah ditemukan kembali?
Kesederhanaan yang dulu
hadir di surau sunyi
Tidur siang di pelukan
ketenangan itu
Berselimutkan wangi daun
yang terbasuh air wudu
Menunggu waktu yang tak
terburu-buru
Setiap detik adalah sujud,
setiap napas adalah doa
Kini yang tersisa hanya
bayangan
Lepas dari ikatan, hancur
dalam kerasnya dunia
Mata terpejam, tak ada
mimpi yang datang
Hanya rindu yang tumbuh,
menunggu kembali ketenangan
Tidur siang yang dulu
penuh rahmat
Kini hilang, sepi, dibiarkan
mengering
Surau yang dulu penuh
hikmah
Sekarang hanya kenangan
yang terabaikan
Cinta Tuhan Tidak Habis
Suara azan terdengar asing
Seperti angin yang tak lagi meresap
Perkataan baik pun terdiam
Di bibir yang kering oleh kebencian
Tangan yang dulu bersujud, kini diam
Tak lagi ada doa yang keluar dari dalam dada
Pandangan tajam, kosong, dan kehilangan arah
Di hati yang terbelah oleh kemarahan yang mengeras
Namun cinta Tuhan tiada habisnya
Bagaikan matahari yang tak pernah menolak untuk terbit
Meskipun jiwa terperosok dalam kehampaan
Berkat-Nya tetap turun tanpa meminta balasan
Cinta-Nya mengalir, lembut menyentuh
Seperti hujan yang membasahi tanah tandus
Tak peduli seberapa dalam luka itu
Tuhan tetap memberkati dengan rahmat yang tak terukur
Sesama ciptaan-Nya mungkin terlupakan
Namun Dia tak pernah berpaling
Menyayangi, menyembuhkan, tanpa pamrih
Karena cinta Tuhan tidak pernah habis
---------------------------
Puasa Empat Hari
Empat hari berlalu dalam kelaparan
Daging menipis, tulang kian rentan
Tak ada sahur, tak ada
berbuka
Pagi dan senja, sama
hampa
Di jalan-jalan yang
berdebu
Tak ada sepiring nasi
yang tergolek
Langit tak memberi, bumi
tak berbagi
Kakek tua heran, apa
yang hilang?
Mungkinkah semua perut
terisi?
Mengapa tak ada rempah di
jalan
Mengapa tangan yang lapar
tak disambut?
Bumi ini luas, cukupkah
untuk semua?
Malam datang tanpa hiasan
makanan
Tangan menggenggam udara
kosong Setiap detik terasa berat
Seperti menunggu yang tak
kunjung datang
Di luar sana gemerlap
kehidupan
Namun kesunyian ini tetap
mengisi ruang
Kakek tua terdiam,
bertanya pada langit
Mengapa dunia tak memberi
sedikit pun?
Empat hari puasa, tanpa
makanan
Bukan karena ibadah
Tetapi karena kehampaan
Di dunia yang luas, tetap
sunyi dan kosong
Komentar
Posting Komentar