Jiwa
tumbuh di tengah kurun-kurun patah, latah dan membantah
Sebelum
ransel-ransel itu berjauhan, jiwa batin Ibu terisak
Peraturan-peraturan
itu, mengadakan Ibu enggan berandil
Tengadah
demi tengadah, pandangan ke jendela luar
Genggaman
yang terpencil, batin tubuhku ikut meratap
Ini…
angan, bayang, harapan dan segala kehendakku…
Maafkan
aku Ibu…
Tubuh
dan jiwaku tengah jauh dari Ibu…
Lawakan
sederhana, kesan-kesan isak Ibu, terus termuat
Tak
terelakkan, keegoisan menghitam legam, tanpa salah
Alih-alih
berlama-lama, terlihat perkara itu hanya sepintas
Tubuh
dan jiwaku, kembali pitam menyemakkan
Merenungi
segenap kepala di seputarku telah berbuat lengah
Padahal…
pandangan Ibu tak terlelap, Nak…
Bertahun-tahun
Ibu…
Tubuh,
jiwa dan relungku mencari akal penyetujuan
Mengingat-ingat,
langkahku tak diduduki kemauanku
Titik
demi titik putih hati itu telah menerkam
Gelombang
yang berulang, keabu-abuan kian mengombak
Perempuan-perempuan
itu tersenyum gemilang
Tubuh,
jiwa dan relungku kembali mengelih, merutuk
Berandai-andai…
bilamana aku serupa dengan mereka
Sepenuh
tubuhku telah pecah, jiwa dan relungku meremuk
Angan,
bayang, harapan, kehendak berantaiku terbunuh
Kurun,
zaman dan tahun terlampaui…
Aku
berupaya tak lagi keluhkan para penjagaku
Selepas
aku menyuguhi titah mereka
Badan
yang berjatuhan, kepingan tertinggal, perlahan tersadar
Penghormatan
dan penghargaan sesal, setia dipelihara
Tubuh,
jiwa dan relungku berdamai lalu pulih
Penjaga
berhati emas itu berbangga
Lebihkan
dan perpanjang lagi doanya Ibu
Aku
pulang Ibu…
Komentar
Posting Komentar