Puisi: SEJAUH SURAU BERKUMANDANG

 

Sejauh Surau Berkumandang

Lantunan tak lagi menyentuh telinga Hening menyelip, menyelinap ke celah hati Langit mematung, tak berani berkata

Denting surau terhenti, menguap bersama embun Di kejauhan, api menunggu, tak terbakar Langkah berjalan, tak tahu arah

Setiap jejak menghilang, tercuri angin

Bukan doa yang terlupa, hanya ruang yang menyempit Gema itu semakin pudar, merayap menjauh

Sejauh surau, hingga suara terlindap 
Tangan menggenggam angin, tanpa sajak 
Tak ada lagi langkah yang memanggil
------------------

Bersujud Hingga Jidatku Menjelma Arang 


Punggung melengkung, hitam tanah merayap Dari dalam perut, rasa retak mencuat

Sujud adalah rintih yang terkubur dalam hati Jidat menempel, tercium bara

Dahi mencium bumi yang keras, terlupakan Asap melingkari udara, mengepul naik Tangan menggenggam kesunyian

Air mata tak lagi menyatu dengan pipi Raga terdiam, namun jiwa terbakar

Mengelupas perlahan, membaur dengan abu Sujud tak pernah cukup

Tapi arang membuktikan lebur Dari sana, hanya kehampaan

Setiap detak adalah sebuah penghinaan 
Menjadi debu adalah akhir yang panjang

-----------------

Azan Jam Dua Malam

Angin malam berdesir

di celah sempit suara azan meresap Menembus kelam

Jauh, sangat jauh, menggema di lorong hati Tanah bergetar, merasakan getirnya Keheningan pecah, seperti pecahan kaca Di luar, bintang terjaga tanpa suara

Bayang-bayang menyembul dari pori tanah Jidat menempel, namun tak bisa bersujud Lidah terbungkam, terpenjara dalam angan

Ada yang hilang, menyelinap dalam lantunan itu Waktu terhenti, berputar tanpa tuju

Azan jam dua malam menggenggam relung Bukan sekadar panggilan, lebih dari itu Gema yang meresap, membawa segala beban

Dalam kebisuan, hanya ada keheningan yang bertahan

-----------------

Doa Menolak Hujan

Tetesan pertama jatuh, menyentuh tanah keras Bumi menelan dengan lapang, menelan rasa Suara angin berbisik, menggulung kabut

Di sela dedaunan, hujan merintih Namun, langit tetap mengunci warna

Doa terbenam, membasahi bibir yang kering Tiada kata mampu menahan air yang datang Dada tercekik, menampung gemuruh

Hujan tak hanya basah, ia memanggil Namun, bumi meminta tenang, menanti Jari-jemari menumbuk tanah, berharap Kata-kata terbang, tanpa jejak

Serpihan harapan membakar ruang sempit Hujan berdegup, namun tak menembus Rindu tetap mengering, menunggu pagi


Komentar