Sebelum Pergi
mungkin seseorang di luar sana
pernah benar-benar bisa berbicara dengan
hujan
bertanya atau bertukar kata-kata,
selayaknya teman biasa
pada hari Rabu yang lalu-lalu, samar-samar
memang hujan pernah bersuara
tapi aku pura-pura tak mendengarnya
sampai kemudian, tak pernah bisa kudengar
apa-apa lagi darinya
seberapa deras dan kabar tentang badai
selalu kudapat dari terjemahan para ahli dan pembawa acara televisi
dan setiap kali aku melihat genangan di
lubang jalan
aku selalu teringat masa kecil
yang sebenarnya tak ingin kukenang
dalam-dalam
mungkin karena itu pula aku tak sanggup
lagi berbincang dengan hujan, tentang apa pun
sebab aku merasa banyak hal yang terambil
tanpa sepenuhnya kuserahkan
kepada siapa pun,
saat ia terus jatuh ke bumi
saat ia terus jatuh melalui mataku
Tasikmalaya, 2025
Sebuah Sore di Kursi Tunggu
lorong-lorong di sini dingin sekali
di luar, hujan besar disamarkan jendela
tinggi-tinggi
saya melihat ke bawah kursi,
ke jari-jari kaki
menyadari betapa kerdil diri ini
pesan dari BMKG masuk
cuaca ekstrem tiga jam ke depan
saya merapatkan jaket
di sudut ruangan dekat penerimaan obat, dua
teknisi tampak mondar-mandir
blokade kecil, tidak begitu mengganggu
hujan terlalu bersemangat, bocor tak kenal
tempat
saya tiba-tiba mengingat buku Dari Ave
Maria ke Jalan Lain ke Roma
merindukan masa-masa sekolah dasar, ketika
saya berani mencari tahu banyak hal
bagaimanapun, saya tidak suka menjadi
dewasa
saya menyesali, pernah ingin buru-buru
menjalaninya
satu demi satu nama dipanggil
saya menyaksikan orang-orang tampak bosan
atau mungkin lapar?
saya ingin tidur, tapi tidak mengantuk
sedikit ragu, saya melihat lagi ke luar,
seorang anak berlari-lari di tengah hujan,
jujur, saya membenci dingin
tapi saya nyaris selalu gagal
menyingkirkannya
sekarang, tiba-tiba saya ingin makan mie
ayam.
Tasikmalaya, 2025
Memaafkan Masa Lalu
terlalu klise, lebih parahnya palsu?
layaknya di dalam drama atau film-film
picisan
kamu berbicara tentang hal-hal yang kadang
tak masuk akal
tapi bersama sebentuk bukti, semuanya
terlihat memang bisa dipercaya
“begitulah akhirnya, Han, langit mati bunuh
diri, tujuh lapisnya, semuanya sama-sama dikuburkan.”
di mana?
“di suatu tempat yang tidak akan pernah
kita ketahui.”
aku mengangguk, mungkin sesekali memang
harus diiyakan
dan kamu mengambil jeda panjang
setelah aku memberi isyarat, aku percaya
“entah mengapa, aku merasa aku adalah
langit itu.”
mati? bunuh diri? menjadi salah satu
lapisannya?
“aku merasa menjadi mayat.”
aku akan menguburkanmu.
pada akhirnya, kamu pasti akan berterima
kasih
dan tentu saja, aku akan meminta maaf.
Tasikmalaya, 2025
*) Imas Hanifah N. Lahir di Tasikmalaya, 24
Desember 1996. Bercita-cita jadi penulis sejak kecil. Beberapa karyanya sudah
dimuat di media cetak maupun online. Bisa dihubungi melalui Instagram:
@hani_hanifahn atau Facebook: Imas Hanifah N.
Komentar
Posting Komentar