PUISI-PUISI AHCMAD RIDWAN PALILI

 

Itikad Senyum

Dalam keheningan, berbinar sekuntum Rindu menepi, memecah belah, Serpihan cahaya menyulam rasa

Di antara perbedaan, ada pijar api Yang tak perlu kata untuk menyala

Jejak langkah menggema di ruang tak berbatas Peluh meresap, namun hati terbuai

Ketika kesunyian adalah lagu

Senyum itu mengalun lembut, seperti angin Meminta tak lebih dari kesederhanaan

 

Bangkai Saudara Itu Tidak Enak

Ada darah yang mengental di pelupuk mata Bau busuk merayap, menggores pori

Jari-jari tangan membeku, tak mampu merengkuh Kekosongan di antara rongga tulang, hampa Suara berbisik di belakang telinga, sisa-sisa luka Semua yang tumpah tak lagi bernilai

Pusara tak menyembunyikan apa-apa Keringat dingin meresap ke tanah Sekilas cahaya, namun lelah menyelusup Apakah ikatan itu masih ada?

Keringat, darah, dan lumpur

Dulu dipertaruhkan, kini terbuang begitu saja Tidak ada kata menuntut

Cuma serpihan amarah yang merindu Bangkai saudara itu tidak enak Seperti bau perpisahan yang menjalar

Hanya kekosongan yang menunggu, menanti

 


Setapak Obor

Api menjalar, melangkah terhuyung

Cahaya menggenggam ujung malam yang rapuh Tangan menunggu, tak menyentuh apapun Setapak itu sepi, berbisik pada tanah

Asap merayap, menyelubungi jejak yang ditinggalkan Batu-batu bisu, menunduk pada langit

Langkah-langkah terhenti, menghadap bayang Obor menyala, tetapi tak mengusir gelap

Dari jauh, suara hampa datang menggelora Hanya bara yang tak pernah padam Meredam segala keresahan


Kuala Lumpur, 13 Maret 2025

Komentar