Itikad Senyum
Dalam keheningan, berbinar sekuntum
Rindu menepi, memecah belah, Serpihan cahaya menyulam rasa
Di antara perbedaan, ada pijar api Yang tak perlu kata untuk menyala
Jejak langkah menggema di ruang tak berbatas Peluh meresap, namun hati
terbuai
Ketika kesunyian adalah
lagu
Senyum itu mengalun lembut,
seperti angin Meminta tak
lebih dari kesederhanaan
Bangkai Saudara Itu Tidak Enak
Ada darah yang mengental
di pelupuk mata Bau busuk merayap, menggores pori
Jari-jari tangan
membeku, tak mampu merengkuh
Kekosongan di antara rongga tulang, hampa
Suara berbisik di belakang telinga, sisa-sisa luka Semua yang tumpah tak
lagi bernilai
Pusara tak menyembunyikan apa-apa Keringat dingin meresap ke tanah
Sekilas cahaya, namun lelah menyelusup Apakah ikatan itu masih ada?
Keringat, darah, dan lumpur
Dulu dipertaruhkan, kini terbuang begitu
saja Tidak ada kata menuntut
Cuma serpihan amarah
yang merindu Bangkai saudara
itu tidak enak Seperti bau perpisahan yang menjalar
Hanya kekosongan yang menunggu, menanti
Setapak Obor
Api menjalar,
melangkah terhuyung
Cahaya menggenggam ujung malam yang rapuh
Tangan menunggu, tak menyentuh apapun Setapak itu sepi, berbisik pada tanah
Asap merayap, menyelubungi jejak yang ditinggalkan Batu-batu bisu, menunduk pada
langit
Langkah-langkah terhenti, menghadap
bayang Obor menyala, tetapi tak mengusir gelap
Dari jauh, suara hampa
datang menggelora Hanya bara
yang tak pernah padam Meredam segala keresahan
Kuala Lumpur, 13 Maret 2025
Komentar
Posting Komentar