Menahan Lapar
Hampa di dalam,
sepi menjalar
Tanah
merontokkan harapan, hitam Terik membakar lidah, lidah yang kering Tidak ada yang datang,
hanya suara jarak
Tangan menggenggam angin, tak ada yang menahan Rindu menetes, seperti embun
Pada batu yang sudah terlalu
lama terkikis Nafas memagut,
berdesir, terbawa
Mata tak lagi peduli, hanya mematung Menyimpan segala lapar, menjelma
kelaparan Perut kosong, namun tidak ada keluhan Hanya desah yang tersembunyi dalam diam Lidah yang dulu
merasakan manis, pahit
Kini menahan angin,
meresap ke dalam
Seperti suara yang menghilang, tak sempat terdengar
Menahan Haus
Gemericik
air jauh di balik bebatuan Sungai merangkak, menahan riuhnya Kerongkongan kosong,
haus menyusup Hidung mencium
aroma tanah basah Tetapi tiada yang mengalir, hanya debu
Bibir terkatup rapat, mulut terkunci
Setiap hembusan seperti
duri yang menusuk Mata menatap, langit kelabu
Akan tetapi tak ada tangan datang
Kehausan itu mengalir perlahan, tak bersuara
Menahan Lisan
Mulut
terkatup rapat, bergetar Kata-kata ingin terlepas, meronta Namun, diam
membungkam Seperti awan yang menahan hujan Di dalam dada, tersumbat gema
Kesabaran merambat hingga
urat leher Pikiran terpecah,
mengasah bisu
Lisan dipaku, menahan amarah Angin berhembus, tanpa suara Bertanya tanpa
jawaban, terlupakan
Jarak mencipta celah antara kata dan tindakan Lidah tercekat, seperti batu
karang Mendalam, terdiam dalam kerinduan
Komentar
Posting Komentar