Puisi: JAMUR AYAM

 

Jamur Ayam

 

Pajak menikam hati 

Setiap senyum tertutup

Dalam duka yang tak terucap Tanah bergetar

Dengan perih yang terpendam Ranting dan batu jadi rumah Pada hutan yang terbuka Seperti jurang yang menelan Rakyat yang terkepung

Oleh angka-angka yang mencekik Jamur ayam tumbuh

Di tanah yang rapuh

Melawan lapar yang terus merayap Seperti keringat yang jatuh

Tak bisa membeli apa-apa Lembah menjadi pelabuhan

Di mana kaki menginjak tanah hitam Hutan menjadi saksi bisu

Dari hidup yang tak pernah ada Di sana, di balik kabut

Jamur ayam menghidupi yang hilang Seperti harapan yang sudah lama pudar Dalam jari yang menggenggam kosong

 


Bulir-Bulir Padi

 

Bulir-bulir padi pecah

Di bawah matahari yang lelah Sawah terbentang

Terbenam dalam jejak roda besi Pekerjaan lama tergerus

Oleh dinding yang menjulang Di desa yang tak lagi ada

Di tanah yang terbelah Angin membawa kabar

Tentang kota yang terus meluas Padi yang tumbuh hanya bayangan Dalam hati yang terluka

 

 

Kantong Kertas dan Roti Keringnya

 

Kantong kertas melipat waktu Roti kering tergeletak

Seperti jejak kaki yang telah pudar Di tanah yang tak lagi mengenal Sepi yang menorehkan luka

Pada pagi yang tak bersinar Musik retro memutar kenangan Dari negeri yang jauh

Di ujung dunia yang terlupakan Dengan kopi hitam

Dalam cangkir yang telah retak Dan bibir yang tak lagi bicara Hidup yang teredam

Dalam kehampaan Tak ada lagi ruang

Untuk mimpikan negeri yang lenyap Di balik awan yang terhapus

Oleh debu jalanan yang tak pernah henti Kantong kertas tak berisi

Hanya angin yang lewat Roti kering terdiam

Seperti harapan yang tak pernah tiba Dalam ruang yang kian sempit

Di negeri yang memudar

 

Komentar