Puisi: HUTANG ABADI

 

Hutang Abadi

Bayi menangis, membawa suara yang berat Dari rahim, terlahir dengan rantai

Setiap nafas, setiap langkah, adalah tanda Hutang yang tak akan terhapus hingga akhir Negeri ini bukan tanah subur,

Melainkan sabung ayam, taruhan hidup di antara keringat Tukang hutang menggenggam pelipisan malam

Di meja judi, kekuasaan ditukar dengan kertas Setiap suara, adalah jatah utang yang tak terlunasi Tanah ini mengisap, menyisakan bekas

Pecahan kaca dan darah di setiap sudut

Bukan keberanian yang lahir, hanya ketakutan yang diwariskan Matahari terbenam, tanpa memberi cahaya

Awan berarak, membawa pesan yang tertahan Hutang tetap abadi, mengikat jiwa dan raga Dalam jaring yang mustahil dilepas

 

Pajak Diktator

Anak lelaki menatap langit retak-retak

Tanah di bawah kakinya kering, penuh serpihan cangkang kaca Ibu memeluk tubuhnya yang penuh baret

Ratapan tentang pajak menjepit dada Seperti naga gurun tanpa belas kasihan Kerajaan bernafas dengan desisan

Dari bibir yang licin, pajak dijatuhkan seperti kerikil Sang raja bermahkota kulit babi

Tangan-tangan terulur Menadah darah rakyat

Di antara kelaparan, udara berbau tembaga

Setiap napas adalah perhitungan utang yang tak terbayar Anak lelaki merasakan perutnya

Sementara ibu menggenggam secarik harapan Pajak mengalir deras, tak henti-henti

Bumi menjerit, tubuh-tubuh terlunta-lunta Kerumunan tak terdengar, hanya gemuruh koin Yang bergulir ke kaki sang diktator

Sang raja tersenyum, kulit babi tak menyembunyikan kebusukan Anak lelaki dan ibu terjatuh, tak lagi bisa berdiri

Mereka mati dalam hening, sebagai bayang-bayang Di bawah pajak yang mencekik, tak termaafkan

 

 

Komentar