Hutang Abadi
Bayi menangis, membawa suara yang berat
Dari rahim, terlahir dengan rantai
Setiap
nafas, setiap langkah, adalah tanda Hutang yang tak akan terhapus
hingga akhir Negeri ini bukan
tanah subur,
Melainkan sabung ayam, taruhan hidup di antara
keringat Tukang hutang menggenggam pelipisan malam
Di meja judi, kekuasaan ditukar dengan kertas Setiap suara, adalah jatah utang yang tak terlunasi Tanah ini mengisap, menyisakan
bekas
Pecahan kaca dan darah di setiap sudut
Bukan keberanian yang lahir, hanya ketakutan yang diwariskan
Matahari terbenam, tanpa memberi cahaya
Awan berarak, membawa
pesan yang tertahan Hutang tetap abadi, mengikat jiwa
dan raga Dalam jaring yang mustahil dilepas
Pajak Diktator
Anak lelaki menatap
langit retak-retak
Tanah di bawah kakinya
kering, penuh serpihan
cangkang kaca Ibu memeluk
tubuhnya yang penuh baret
Ratapan tentang pajak menjepit dada Seperti naga gurun tanpa belas kasihan Kerajaan bernafas dengan desisan
Dari bibir yang licin,
pajak dijatuhkan seperti
kerikil Sang raja bermahkota kulit babi
Tangan-tangan terulur
Menadah darah rakyat
Di antara kelaparan, udara berbau tembaga
Setiap napas
adalah perhitungan utang yang tak terbayar
Anak lelaki merasakan perutnya
Sementara ibu menggenggam secarik harapan Pajak
mengalir deras, tak henti-henti
Bumi menjerit, tubuh-tubuh terlunta-lunta Kerumunan tak terdengar, hanya
gemuruh koin Yang bergulir ke
kaki sang diktator
Sang raja tersenyum, kulit babi tak menyembunyikan kebusukan Anak lelaki dan ibu terjatuh,
tak lagi bisa berdiri
Mereka mati dalam
hening, sebagai bayang-bayang Di bawah pajak yang
mencekik, tak termaafkan
Komentar
Posting Komentar