Puisi: BUNGA SERIBU MUSIM DAN PUISI-PUISI LAINNYA

 

Bunga Seribu Musim


Aku bukan bunga mawar atau melati

Tak punya harum yang menggoda pencium

Tak pula kelopak yang gemerlap dalam gemilang

Aku hanya teratai, tercurah dari rawa, tak sempurna

Mekar dan layu dalam sunyi yang tak bisa dihindar

Kelam menyelimuti, namun aku tetap bertahan

Di atas permukaan yang keruh, aku berkembang

Dari kedalaman, aku muncul, hanya untuk hilang

Bukan warna, bukan rupa yang diharap dunia

Hanya jiwa yang berjuang, sepi dalam cakrawala

Aku bukan melati, tak setia dengan pagi

Hanya dandelion yang berani menantang angin

Kelembutan tak kukenal, yang ada hanya tempurung keras

Menembus badai, menjadi abu, lalu terbang kembali

Apakah aku layak menjadi kebanggaan?

Di bawah bintang yang tak peduli, aku tumbuh

Aku bunga seribu musim

Mekar di musim yang tak terduga

Saat musim pergi, aku tetap ada

Di ujung sepi, di ujung angin yang menari

 -----------------

 

 

Jika Bapak Sakit, Ibu Jadi Tukang Sulap

 

Nasi segenggam, berubah sepanci

Menyelusup dalam jari-jari ajaib

Semak belukar, disulap jadi sayur mayur

Dunia tak tahu, di balik tangan yang rapuh

Ikan kering, bertukar rendang beraroma

Bahkan langit pun tak sadar ia berbicara

Badan terkulai, di ranjang sunyi

Namun tangan ibu berkelana, merobek malam

Dedaunan gugur, tetap ia beri napas

Seribu permohonan, tak terucap dalam hening

Dengan kuasa tak terlihat

Ruang temaram jadi penuh cahaya

Cinta tak terbaca dalam tiap gerak

Tetapi anak tahu, itu adalah sulap yang tak tampak

Bukan sihir yang berbisik dalam angin

Melainkan doa yang hening

Penuh beban, penuh harap.

 -----------------

 

 

Ingin Kucuci Mulutku di Samudera

 

Kutuk takdir yang terbalut dalam perih

Setiap langkah terasa berat, terhenti

Di bibir, kata-kata penuh duri

Menyesal datang terlambat, menyesakkan hati

Tuhan, mengapa hanya kesalahan yang mengalir?

Dalam diam, angin membawa penyesalan

Ingin kucuci mulutku di samudera

Menyapu semua dusta yang terucap

Hanya air yang bisa meredam

Namun gelombang takkan menghapus jejak

 -----------------

  

Doa untuk Negeriku

 

Tuhan, hamba mohon, tanah ini punah dari bejatnya langkah

Serigala-serigala berbulu putih, biarlah tersambar petir

Pintu langit terbuka lebar, sambar segala durjana

Hingga tak terabaikan hatinya yang tiada nurani.

 

Hukum yang tumpul, diberi ketajaman bagai mata pedang

Pejabat berakhlak busuk, jadikan ikan pari yang tak bernyawa

Di tengah lautan yang kering, biarkan dia hanyut

Tanpa bayang nafsu, hilang di antara arus suram.

 

 Kepalsuan yang tersenyum, biarlah dibuang ke selokan

Ke tempat penuh lumpur, tempat pandir menyendiri

Di bawah jembatan, dalam kegelapan, tenggelam tak berjejak

Penuh najis, penuh kemunafikan, tak lagi bersuara.

 

Pohon-pohon ditebang, rantingnya terbuang tanpa makna

Biarkan sang penebang terkurung dalam rumah pohon

Di puncaknya yang tinggi, tak bisa turun, terpenjara

Melihat kesalahan yang tak pernah padam, diam dalam sepi.

 

Tuhan, jangan biarkan negeri ini terus terluka

Yang miskin tetap miskin, yang budi tetap rapuh

Tapi kibarkan sayap angin, semoga membawa harapan

Bagi yang lelah berjuang, di jalan yang penuh duri.

 ----------------

 

Berikan Telur Puyuh Busuk pada Koruptor

 

Telur puyuh busuk, harum tumpul bau busuk

Sajikan pada mereka yang hidup di dalam kegelapan

Di atas meja megah, harapan mati sebelum tercipta

Setiap gigitan membawa debu dosa tak terhapus.

 

Mereka makan, tapi tak pernah kenyang

Darah hitam meresap dalam tangan berkilau

Tak ada kesedihan, hanya tawa serakah, penuh noda

Di balik pintu emas, jiwa kosong berbicara.

 

Biarkan telur busuk itu terpecah di hati

Sisa hidup terbungkus dalam kebohongan dan abu.



Komentar