Tiara tiba di rumah dengan berlinang air mata. Dengan
sesenggukan, ia memasuki rumah tanpa salam terlebih dahulu. Mama Melda bertanya
apa yang membuat Tiara menangis. Tiara hanya terdiam dan kembali menangis.
"Anak mama kok nangis, entar cantiknya hilang
loh," ucap Mama Melda berusaha menenangkan putri semata wayangnya itu.
Tiara yang mendengar ucapan itu, menatap mamanya dengan
sendu. Dia bahkan terisak dengan sangat jelas saat Mama Melda mengatakan kalau
anak baik dan cantik tidak boleh menangis.
"Mama, Tiara jelek, ya? Hiks... hiks...
hiks..."
"Sayang, kok ngomong gitu?" ucap Mama Melda
dengan mengusap kepala Tiara yang masih sesegukan.
Tiara menceritakan bagaimana dia mendapat ejekan
teman-temannya di sekolah ketika melihat gigi serinya yang ternyata tanggal. Mereka
tertawa dan mengejek Tiara dengan sebutan ‘ompong’. Mendengar cerita putrinya
itu, Mama Melda hanya tersenyum manis, lalu memeluk Tiara.
Mama Melda kemudian menceritakan kisah seekor naga yang
menjalin persahabatan dengan seorang peri buruk rupa. Sang peri sering datang
ke gua tempat sang naga beristirahat, sembari menangis karena mendapatkan
ejekan peri-peri lain disebabkan wajah buruk rupanya.
Naga yang merasa iba mencoba menghibur dengan
mengajaknya terbang menembus awan dan melihat keindahan hutan dari ketinggian
yang tidak bisa peri lakukan.
"Wah indahnya!" ucap si peri.
Sang naga kemudian mendarat ke tempat yang peri itu
sebut indah sebelumnya. Ternyata saat naga tersebut menyentuh tanah, si peri
heran karena tempatnya tidak seindah dengan apa yang dilihatnya dari
ketinggian.
"Mengapa bisa seperti ini?" ucap peri hutan.
Naga itu menjelaskan bahwa seperti itulah cara manusia
memandang; hanya melihat sesuatu yang tampak indah tanpa mencari tahu letak
keindahan yang sebenarnya. Sang naga berpesan pesan kepada si peri untuk tidak
bersedih lagi, sebab kecantikan bukan hanya tentang wajah, melainkan juga
tentang hati dan kebaikan. Si peri hutan tersenyum mendengar penjelasan naga
tersebut.
"Jadi, Tiara jelek seperti peri hutan itu ya,
ma?" tanya Tiara yang kini mulai mengatur napasnya.
"Sayang bukan seperti itu, tapi di sini mama mau
ngasih tahu kamu bahwa ucapan teman kamu harusnya membuat kamu lebih tersenyum
lebar lagi," jelas mama Melda, membuat Tiara mengerutkan alisnya. "Anak
mama suka bantuin teman kan?"
Tiara mengangguk. Mama Melda kemudian menjelaskan
bahwa hal terpenting yang bisa Tiara lakukan adalah berbuat baik kepada semua
orang, termasuk menolong teman yang sedang kesusahan. Teman yang mengatakan
Tiara ‘ompong’ tidak bermaksud jahat, mereka hanya mengatakan kebenaran bahwa
saat ini Tiara memang tidak memiliki gigi seri.
"Mau mama tunjukan sesuatu?" tanya Mama
Melda.
Tiara mengangguk.
Mama Melda meminta Tiara menunggunya. Tidak berselang
lama Mama Melda kembali membawa sebuah album foto lama.
Mama Melda membuka album foto tersebut dan menunjukan
foto seorang anak kecil seumuran Tiara sedang tersenyum tanpa gigi depan,
bahkan lebih banyak ompongnya dari pada Tiara.
"Dia siapa, Ma? Hahaha..."
Melihat Tiara tertawa, Mama Melda pun ikut tertawa.
Dia mengatakan bahwa anak yang di dalam foto itu adalah dirinya ketika dulu
masih seumuran dengan Tiara.
"Coba sekarang kamu lihat bagaimana gigi mama
sekarang," ucap mama Melda sembari tersenyum menunjukkan giginya.
Tiara akhirnya tersenyum dan memeluk Mama Melda.
"Cantik, Ma," ucapnya.
"Sayang, dengarkan mama. Jangan sedih dengan
teman yang mengatakan kamu ompong, karena mereka akhirnya akan merasakan itu
juga. Semua anak yang seusia kamu, gigi serinya akan berganti, hanya tinggal
menunggu waktu saja".
Mendengar itu, Tiara mengangguk dan mulai menghapus
sisa-sisa air matanya.
"Kalau kamu sedih saat ada yang mengatakan Tiara
ompong, ingat senyum mama di foto ini," ujar Mama Melda sembari
mendekatkan selembar foto kecil dirinya. "Mama lebih jelek dari Tiara,
kan?" Jelas Mama Melda dengan nada menggoda.
Tiara menggeleng mendengar ucapan mama Melda. Dia
akhirnya tersenyum lebar dan memeluk Mama Melda. (*)
Komentar
Posting Komentar