Sepuluh menit berlalu, yang ditunggu Niko tidak kunjung datang. Anak kelas lima sekolah dasar itu jelas kesal dan geregetan saking lamanya dia menunggu kehadiran Bayu, teman mainnya yang satu jam lalu menantang dirinya berkelahi di lapangan.
Sebagai seorang
laki-laki, Niko jelas menerima tantangan. Dia sama sekali tidak takut sekalipun
Bayu tinggi dan lebih tua darinya.
“Nanti siang kita
ketemu di sini.”
“Siapa takut.”
“Awas kalau kamu kagak
datang!”
Hanya gara-gara tidak
terima sandal baru disembunyikan Niko, Bayu menantang berkelahi teman adik
kelasnya. Awalnya anak itu masih bersabar dengan semua kenakalan Niko, seperti
menyembunyikan kekesalan ketika didorong, bajunya dikotori, atau ditinggal pulang.
Akan tetapi, lama-kelamaan dia tidak kuat dan ingin mengajak temannya
berkelahi.
Bayu sempat hampir mau
menangis ketika lama mencari sandal pemberian kakaknya yang dibeli dari luar
negeri itu. Anak itu berpikir sandalnya hilang diambil orang ketika tadi asyik
bermain PlayStation di rumah Agam, tetapi ternyata justru disembunyikan Niko
setelah sebelumnya dia lelah mencari dan sudah akan pasrah jika tidak kunjung
ditemukan.
Perkelahian sempat
hampir terjadi jika saja Risma—ibu Niko—tidak datang menjemput sang anak untuk
diajak pulang dan makan. Sebelum pergi, Bayu berkata kepada Niko agar datang ke
lapangan pukul satu siang. Mereka kemudian berpisah, pulang ke rumah masing-masing.
“Ah, cemen. Katanya mau
berkelahi, kok, kagak datang-datang sih,” ucap Niko kesal. “Ke mana sih dia?”
Niko pun seketika
beranggapan bahwa Bayu ketakutan dan memilih tetap di rumah daripada menemuinya
ke lapangan atau justru bersembunyi di suatu tempat. Padahal, temannya itu yang
menantang, tetapi justru tidak datang. Bayu sama halnya seperti beberapa temannya,
sama-sama takut jika diajak atau mengajak berkelahi.
Karena panas dan Bayu
masih belum menampakkan diri, Niko memilih pulang. Dia sedang malas jika harus
pergi ke rumah temannya karena agak jauh rumahnya. Niko berpikir, mungkin dia
sendiri yang akan mengajak berkelahi Bayu jika nanti atau besok bertemu.
Selain panas, di
lapangan samping sekolahan itu juga tidak ada orang. Mungkin jika
teman-temannya muncul, dia bisa bermain sambil tetap menunggu Bayu. Berhubung
sepi, Niko berbalik badan, lalu berkata, “Ayo, pulang saja, Pah.”
Banjarnegara, 14 Maret 2025
Komentar
Posting Komentar