Fiksi Mini: BU TRIANI

            “Bu Triani, selamat ya,” seorang guru muda berjilbab warna khaki menyalami Bu Triani.

            Alhamdulillah, terima kasih Bu Sinta,” balas Bu Triani sambil tersenyum bangga.

            “Doakan kami, tahun depan bisa lulus seperti Ibu,” ucap Bu Sinta.

Bu Triani mengaminkan. Di dalam hatinya berkata, makanya belajar agar lulus seperti saya.

Bu Triani sedang berbunga-bunga. Penantian selama 10 tahun akhirnya menjadi nyata. Namun sayang sekali rekannya ada yang belum lulus dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) ini. Seperti Bu Sinta dan temannya yang lain. Bu Triani tak peduli, yang penting dia lulus.

Bu Triani tidak ingin sendiri menikmati kebahagiaannya. Walaupun belum menerima SK dan gaji, dia mentraktir rekan sesama guru makan bersama. Semua orang tahu kalau Bu Triani sekarang masih seorang honorer yang berpenghasilan rendah. Namun mereka tidak enak menolak ajakannya.

“Bu Triani, baik banget. Semoga berkah,” Bu Yunis pandai sekali mengambil hati membuat Bu Triani menjadi semringah.

Selain itu, Bu Triani mulai memesan seragam ASN yang selama ini menjadi impiannya. Dia sudah mengukur baju ditukang jahit untuk pakaian korpri dan pemda.

Kebaikan hati Bu Triani tidak hanya di sekolah. Di rumah, permintaan anak-anaknya juga semua dipenuhi. Si sulung Daffa ingin mobil remot mainan. Sudah dibelikan. Si kecil Raisa yang ingin boneka beruang juga dituruti. Kedua anaknya senang sekali.

Ronny suami bu Triani sampai keheranan.

“Ibu dapat uang dari mana?” Tanya suaminya. Karena sebelumnya Bu Triani selalu mengeluhkan keuangan mereka yang terbatas.

“Minjam di aplikasi X, Yah,” jawab Bu Triani santai.

Suaminya ingin marah. Namun berusaha menahan amarahnya, lalu menasihati Bu Triani. “Itu bahaya, Bu. Bunganya tinggi,” Ronny khawatir mereka nanti tidak mampu membayar tagihannya.

Bu Triani tak peduli. Dia yakin dia akan mampu melunasinya.

Apalagi beberapa bulan ke depan dia akan mendapatkan SK sebagai ASN PPPK. SK tersebut akan digadaikan dengan nominal yang lebih besar. Hutang di aplikasi X akan segera dilunasi. Dia juga berencana untuk segera pindah dari kontrakannya yang sempit ini.

Hari demi hari berlalu. Bu Triani bisa membusungkan dada saat melangkah ke sekolah. Statusnya sudah berubah. Bukan lagi seorang honorer. Sebuah kebanggaan yang luar biasa.

Hanya saja pengumunan dari BKN pusat yang ditontonnya melalui Youtube siang ini membuat tubuh Bu Triani panas dingin. Sungguh tidak nyaman. Pengangkatan bagi mereka yang baru lulus PPPK akan ditunda tahun depan demi efisiensi.

Tidak. Bu Triani memegang kepalanya yang mulai berputar bagai gasing. Pusing.

Bu Triani pusing memikirkan cara mengembalikan pinjaman online. Dia juga pusing dengan kontrakannya yang makin terasa pengap dan sempit. (*)

 

Manna, 24 Maret 2025

 

 

*) Neto Kosboyo lahir di Tanjung Raman, 8 Januari 1984. Guru kimia di SMA Negeri 6 Bengkulu Selatan yang hobi membaca dan bercita-cita ingin jadi penulis. Saat ini sudah menulis 1 buah novel, 2 buah buku cerita anak, dan beberapa buku antologi cerpen. Buku kumpulan cerpennya yang berjudul “Anis dan Via, Sahabat Selamanya” lulus Kurasi SIBI Kemendikbud Tahun 2024. Untuk berkenalan lebih lanjut bisa dihubungi melalui email netokosboyo@gmail.com atau facebook Neto Kosboyo.

 

Komentar

  1. Mantap.. Setiap tindakan harus dipikirkan matang2 konsekuensi ke depannya. Pengalaman Bu Triani menjadi pelajaran bagi kita semua.

    BalasHapus

Posting Komentar