Namaku
Raka. Aku anak kelas 5 SD yang punya dua sisi dalam diriku. Di sekolah, aku
pendiam dan jarang bicara. Aku lebih suka mendengarkan dan mengamati daripada
ikut berbicara. Jika guru bertanya padauk, jantungku langsung berdebar, dan aku
berharap waktu segera berlalu.
Tapi
di rumah? Aku berubah. Aku bisa bicara tanpa henti, tertawa lepas, dan bercanda
dengan adikku, Rania. Aku bahkan sering menirukan suara tokoh-tokoh kartun atau
membaca cerita dengan penuh ekspresi.
"Kak
Raka, kenapa di rumah rame, tapi di sekolah diam aja?" tanya Rania suatu
hari.
Aku
tidak tahu harus menjawab apa. Aku hanya merasa lebih nyaman berbicara di rumah
daripada di depan banyak orang.
***
Suatu
hari, Bu Rini, guru kelasku, mengumumkan lomba pidato di sekolah. "Siapa
yang mau ikut?" tanyanya.
Beberapa
teman langsung mengangkat tangan dengan semangat. Aku? Aku hanya menunduk,
berharap namaku tidak disebut.
Tapi
tiba-tiba, Bu Rini menatapku dan tersenyum. "Raka, bagaimana kalau kamu
ikut?"
Aku
terkejut. "Saya, Bu?"
"Iya.
Ibu pernah dengar kamu membaca puisi saat istirahat di perpustakaan. Suaramu
bagus, lho," katanya lembut.
Aku
semakin terkejut. Aku memang suka membaca puisi sendirian, tapi aku tidak tahu
ada yang memperhatikan.
Aku
ingin menolak, tapi ada suara kecil dalam diriku yang berkata, Kenapa tidak
mencoba?
***
Malam
itu, aku berdiri di depan cermin dan mencoba membaca teks pidato yang diberikan
Bu Rini. Awalnya suaraku pelan dan ragu-ragu. Tapi kemudian, aku membayangkan
diriku di rumah—aku yang percaya diri dan penuh ekspresi.
Aku
mulai berbicara lebih lantang. Aku menambahkan gerakan tangan, mencoba menatap
bayanganku sendiri seolah-olah aku sedang berbicara dengan banyak orang.
Namun,
ketika aku membayangkan berdiri di depan teman-temanku, rasa takut itu muncul
lagi. Bagaimana kalau aku lupa kata-katanya? Bagaimana kalau mereka
menertawakanku?
***
Hari
perlombaan tiba. Ketika namaku dipanggil, jantungku berdebar kencang. Aku
berjalan ke depan dengan langkah gemetar. Aku menatap teman-temanku yang duduk
di bangku penonton.
Aku
menarik napas dalam-dalam, lalu mulai berbicara.
Ajaibnya,
begitu aku memulai, kata-kata mengalir begitu saja. Aku lupa kalau aku sedang
berdiri di depan banyak orang. Aku hanya berpikir bahwa aku sedang mendongeng
di rumah.
Ketika
pidatoku selesai, ruangan hening sejenak. Lalu, tepuk tangan bergema.
"Raka,
keren banget!" seru salah satu temanku.
"Aku
nggak nyangka kamu bisa ngomong selancar itu!" tambah yang lain.
Aku
tersenyum lega. Aku berhasil. (*)
Menarik sekali, sukaa banget cerita nya
BalasHapusTetap berkarya Mel, mantaaap
BalasHapusMasyaAllah TabarakAllah
BalasHapusSaya suka cerita nya. Inspiratif sekali. Sangat menarik juga untuk di baca semua kalangan.
BalasHapusKeren Mel 🥰🥰
BalasHapusMenyalaaa Mel cantik 🥰🥳
BalasHapusKeceee sangatttt. Terus berkarya ya. Dunia saat ini butuh karya inspiratif seperti ini cayooo
BalasHapusKeren dedeq... Terus berkarya dan terus menyala🔥🔥🔥
BalasHapusSemangat dedeq 💪💪