Cernak: KISAH SEPOTONG TAKJIL

 

“Takjil kita kok berkurang?” Ibu bertanya. Semua anggota keluarga acuh tak acuh dengan pertanyaan ibu. Ayah baru selesai mandi. Fayyad dan adiknya, Ayyara, masih sibuk dengan mainan masing-masing.

“Halo?” ibu menguatkan suaranya, agar ada yang merespon.

“Emang kenapa, Bu?” tanya Ayah.  Nampak Ayah sudah segar dengan memakai menuju ke meja makan. Ayah baru pulang dari kerja mengantar paket dan langsung mandi. Pekerjaan Ayah adalah kurir.

“Takjil kita dicuri, Yah,” Ibu menjelaskan, “ini hari ketiga. Kemarin dan sebelumnya Ibu pikir, mungkin salah hitung. Nah ini tadi, Ibu betul-betul hitung jumlah takjil kita.

Di atas meja mereka tersaji kolak pisang, kurma, dan es teler. Kesukaan anak-anak.

“Fayyad tahu?” selidik ayah.

“Gak, Yah,” jawab Fayyad cepat, jarinya masih sibuk dengan remot Tamiya di tangannya.

“Ara?” Ibu melirik ke arah putrinya. Ayyara hanya menggeleng, sambil mengelus boneka panda kesayangannya.

“Sudahlah, Bu. Ikhlaskan saja,” lanjut Ayah.

“Mari semuanya kita bersiap berbuka.”

Serentak Fayyad dan Ayyara menuju ke meja makan. Beberapa saat kemudian sirene berbunyi dari masjid terdekat. Ayah memimpin doa. Lalu keluarga kecil mereka berbuka puasa dengan gembira. Melupakan hal yang dipermasalahkan Ibu mereka tadi.

***

“Maaf, May, sore ini aku gak bisa ngantar takjil,” bisik Ayyara. Mereka sedang berjalan pulang sekolah. Matahari mulai tinggi. Pukul 10 pagi.

Ayara dan Maya berteman. Mereka siswa kelas 1 SD.

“Iya, Ra. Gak papa,” balas Maya.

“Ibuku mulai curiga,” tambah Ayyara lagi.

“Maksudnya?” Langkah Maya terhenti. Meminta penjelasan temannya.

“Maaf, May. Ibuku gak tahu aku ngasih kamu takjil.”

“Ya Allah, berarti aku makan takjil haram, dong,” pekik Maya.

“Gak gitulah, May,” jelas Ayyara, “nanti akan aku jelaskan kepada Ibuku.

“Maaf kan aku, ya.” ulang Ayyara lagi.

Maya hanya menggangguk.

Ayyara hampir tiba di rumahnya, sedangkan Maya harus melewati beberapa rumah lagi.

***

Sore itu Ayyara menghampiri ibunya yang sedang memasak, “Bu, aku mau jujur.” Ayyara berjalan perlahan. Patah-patah.

Ibu menoleh sejenak ke arah putrinya. Wajahnya tertekuk seperti orang bersalah.

            “Kenapa?” Ibu kembali menekuri ikan goreng yang ada di wajan.

            “Sebenarnya, aku yang mengambil takjil di rumah,” ucap Ayyara hati-hati.

            “Oh, jadi puasa Ara batal?” cecar ibu, “makannya di kamar, ya?” selidik ibu.

            “Bukan, Bu,” Ayyara menggeleng.

“Sebagian takjil aku bagi sama Maya, temanku.”

Ibu terdiam. Ia menyangka anaknya belum kuat berpuasa hingga berbuka sebelum beduk magrib. Ibu mengangkat ikan yang sudah matang. Mematikan kompor. Kemudian menatap kedua mata putrinya yang basah.

            “Maaf kan aku, Bu,” bisik Ayyara sekali lagi. Ibu memeluk tubuh Ayyara dengan erat sambil mengelus bahunya. “Aku kasihan sama Maya. Hari pertama dia berbuka hanya dengan air putih. Habis itu langsung makan dengan lauk seadanya.” Mengalirlah cerita dari bibir mungil putrinya.

“Dia tinggal sama neneknya, Bu.” cerita Ayyara, “Bapaknya sudah meninggal. Ibunya yang TKW di Arab belum kirim uang.” air mata putrinya menderas. Ibu ikut berkaca-kaca.

Ayyara sangat bersyukur dan bahagia memiliki keluarga yang lengkap. Ayahnya seorang kurir. Ibunya seorang penulis lepas yang sangat peduli dengan anak-anaknya. Serta ada Kak Fayyad tempat dia bermain di rumah. Sedangkan Maya, hanya tinggal bersama neneknya yang sudah tua.

Maya juga cerita, ibunya belum mengirimkan uang. Kata neneknya, kalau uang sudah ada, Maya akan dibelikan takjil kesukaannya dan juga baju lebaran. Hati Ayyara terketuk untuk membantu. Tapi dia melakukannya diam-diam. Hari ini dia merasa bersalah kepada ibunya.

            “Ya sudah, Ibu maafkan.” jawab ibu, sambil menyeka air mata putrinya. “Ayo bantu ibu memasak takjil. Hari ini kita buat lebih. Biar Ayyara bisa berbagi pada Maya.”

Wajah putrinya langsung semringah. Dia bahagia sekali bisa jujur. Ayyara juga senang ternyata ibunya mau membantu Maya, sahabatnya.             

 

                                                                      Bengkulu Selatan, 31 Maret 2024

 

*) Neto Kosboyo adalah guru di SMA Negeri 6 Bengkulu Selatan. Memiliki hobi membaca dan bercita-cita ingin jadi penulis. Saat ini sudah menulis 1 buah novel, 2 buku cerita anak, dan beberapa buku antologi cerpen. Bersama keluarga kecilnya beliau tinggal di Manna Bengkulu Selatan. Untuk berkenalan lebih lanjut bisa dihubungi melalui email netokosboyo@gmail.com atau facebook Neto Kosboyo. No WA: 085267263600.

 

Komentar