Cerita Anak: PESAWAT KERTAS DI LADANG JAGUNG

 

Siapa yang tahu apa itu pelangi? Pertanyaan dari Bu Diah tiba-tiba teringat oleh Rajab pada sore itu.  Sambil melipat selembar kertas putih, ditatapnya langit yang cerah saat berada di ladang jagung. Ada warna-warni yang melengkung di langit. Pelangi, ciptaan Tuhan yang begitu agung. Kata Bu Diah, pelangi itu terdiri dari bermacam warna yang indah.

“Kitalah pelangi itu wahai anak-anak ibu. Walau kita berbeda-beda, tapi kita bersatu padu.” Begitulah Rajab mengingat kata-kata Bu Diah saat belajar di kelas. Bagi Rajab, kata-kata dari Bu Diah itu sungguh bermakna. Seperti saat memandang pelangi bermacam warna. Ada rasa bahagia yang dirasakan oleh Rajab pada hari Minggu yang menyenangkan itu.

Rajab pun  selesai melipat kertas dan berhasil membuat  sebuah pesawat. Tapi ini tentu bukan pesawat sebenarnya yang terbang di angkasa. Melainkan pesawat mainan dari kertas yang hendak diterbangkan Rajab.

Rajab tampak senang dengan pesawat kertas buatannya itu. Sebagai percobaan, Rajab kini bersiap menerbangkan pesawat kertas dengan menaiki pondok kayu. Dengan menaiki pondok kayu, maka pesawat kertas akan semakin tinggi terbangnya. Tapi sebelum itu, ternyata Rajab mendengar suara pesawat terbang melintas di udara.

Awalnya Rajab terheran-heran.  Di manakah  posisi pesawat yang  terbang di angkasa sana? Rajab pun  segera keluar dari pondok kayu untuk melihat lebih jelas pesawat terbang itu. Apakah warnanya merah dan putih seperti yang sering ia lihat? Tapi baru saja Rajab melangkah, ia pun mendengar suara gaduh dari kejauhan.

“Hey, Rajab. Hey, Rajab. Kita ada sahabat baru.”

Rajab mengarahkan pandangannya menuju jalan setapak. Ternyata ada tiga orang anak laki-laki yang berjalan menuju ke arahnya. Dua di antara anak laki-laki itu adalah Ali dan Danu. Tapi siapakah yang berjalan di antara dua orang sahabat akrabnya itu? Rajab tentu penasaran dan berdiri menunggu kehadiran tiga orang anak laki-laki itu.

“Perkenalkan sahabat baru kita, Rajab. Namanya Arya. Ayo berkenalan.” Ucap Ali dengan hati yang riang.

Arya dengan senang hati mengulurkan tangannya kepada Rajab. Dan Rajab yang melihat kedatangan Arya, juga begitu senang bersalaman dan berkenalan dengan Arya.

“Namaku Arya. Senang berkenalan denganmu.”

“Namaku Rajab. Aku senang juga berkenalan denganmu. Mulai hari ini, kita semua adalah sahabat.  Sahabat yang saling menyayangi dan cinta kebaikan.”

 Rajab mengucapkan itu dengan percaya diri. Sebagai ketua kelas di sekolah, dan sebagai kakak bagi adiknya di rumah, Rajab tentu ingin menjadi contoh atau teladan yang baik. Rajab sangat tahu betul arti persahabatan.  Sebab di sekolah, para guru mengajarkan arti pentingnya persahabatan itu.

Setelah puas berkenalan, Rajab melihatkan pesawat kertas yang akan diterbangkannya  itu.  Tentu saja Rajab menawarkan kepada Ali, Danu dan Arya.

“Aku masih punya banyak kertas untuk kalian. Buatlah pesawat sekarang juga. Di sini, kita akan bermain bersama. Apa kalian setuju?”

Semuanya pun serempak menjawab setuju. Dalam waktu singkat, pesawat kertas pun selesai dari tangan ketiga anak laki-laki yang terlihat kompak itu. Arya yang terlebih dulu menyelesaikan lipatan kertas itu menjadi pesawat kertas. Tangan Arya begitu cepat beraksi seperti mesin yang digerakkan oleh listrik. 

“Nah, sekarang mari kita terbangkan layang-layang ini.” Ucap Rajab yang  menatap ketiga sahabatnya sambil menunjuk ke arah pondok kayu milik Paman Sadim.

Di pondok itu, telah ada tiga buah layang-layang milik Rajab, Ali, dan Danu. Pada sore itu, ketiga sahabat ini memang berencana bermain layang-layang di ladang jagung.

Ketiga layang-layang itu pun memiliki nama yang unik. Layang-layang Rajab bernama Garuda. Kalau Ali memberi nama layang-layangnya dengan nama Arwana, karena ayahnya suka memelihara ikan Arwana. Sementara Danu lebih unik lagi. Karena suka nonton tentang dunia binatang di televisi, maka layang-layangnya di beri nama Zebra yang merupakan binatang dengan warna hitam dan putih di tubuhnya.    

“Sebenarnya aku ingin pesawat kertas ini terbang lebih tinggi. Siapa yang tahu caranya untuk terbang lebih tinggi?” Rajab memberikan pertanyaan kepada ketiga sahabatnya itu.

“Caranya dengan kita lemparkan dari pondok kayu ini. Pesawat kertas akan melayang tinggi dan lama jatuhnya ke tanah.” Jawab Arya  dengan penuh semangat.

“Bukan, bukan seperti itu,” ujar Rajab yang mulai sibuk dengan benang layang-layang.

“Aku tahu, caranya dengan menerbangkan layang-layang dan meletakkan pesawat kertas di benangnya.” Ujar Ali yang merasa menemukan ide yang brilian.

“Tepat sekali. Itulah maksudku untuk membawa kertas ini. Nah, karena layang-layang hanya tiga, maka Arya boleh menerbangkan Garuda ini dengan senang hati.” Rajab menawarkan layang-layang miliknya, untuk sahabat barunya itu.

Mendengar ucapan Rajab, Arya pun sangat senang sekali. Arya merasa diterima dengan baik dan tak ada yang mengucilkannya. Walaupun badannya yang paling kecil, Arya merasa percaya diri dan senang tinggal di lingkungan barunya itu. Keadaan ini tentu berbeda dengan tempat tinggal lamanya dulu. Ia sering diejek dan dikucilkan oleh sekumpulan anak-anak yang nakal.

Kini ketiga layang-layang itu tampak segera diterbangkan. Angin bertiup sepoi-sepoi dan udara terasa sejuk. Di kejauhan, ada deretan bukit yang membuat pemandangan Desa Damai menjadi indah. Kata Paman Sadim, apabila mendaki atau menaiki bukit-bukit itu, maka akan terlihat rumah-rumah penduduk yang berjejer dengan rapi. Tidak itu saja, dari atas bukit juga terlihat sawah ladang milik petani yang tumbuh dengan subur.

“Satu, dua, tiga..” Tepat pada hitungan terakhir, ketiga layang-layang itu pun serempak diterbangkan di ladang jagung itu. Garuda tampak meliuk indah dengan warna merah dan putih. Kerja sama yang baik terlihat dari Rajab dan Arya  yang langsung terlihat akrab dan saling memahami.

Sementara itu, Arwana pun  terlihat tak mau kalah. Arwana yang berwarna serba kuning dan merah itu, langsung meliuk tinggi dan membuat Ali dengan cepat menarik dan mengulur benang sejauh mungkin.

“Hiya, hiya, ayo, Zebra. Ayo, berlarilah dengan kencang di atas sana.” Di sebelah kiri Ali, terdengarlah suara yang paling lantang di antara semuanya itu. Danu bersorak bagai memberi semangat untuk layang-layangnya yang berukuran paling besar dibandingkan dengan layang-layang milik Rajab dan Ali.     

Dalam hitungan tak lebih dari lima menit, ketiga layang-layang itu terbang tinggi dan semakin menjauh. Tibalah saatnya bagi Rajab untuk menerbangkan pesawat kertas dengan cara  meletakkan atau menyangkutkan pesawat kertas itu ke benang layang-layang. 

Seperti saat menerbangkan layang-layang, maka  pesawat kertas itu pun serempak diterbangkan. Tampaklah wajah-wajah yang begitu riang menyaksikan pesawat kertas itu semakin meninggi. Sesekali, terdengarlah suara sorakan yang membuat suasana penuh dengan keakraban.

Keempat sahabat itu pun tak menyadari. Bahwa saat asyik bermain di ladang jagung, ada Paman Sadim yang tersenyum menyaksikan mereka dari kejauhan.

Paman Sadim membawa dua buah pepaya untuk dimakan di pondok. Dua buah pepaya yang bewarna kuning tua itu, baru saja dipetik Paman Sadim di kebun belakang rumah. Seperti biasanya, jika Rajab dan para sahabat datang ke ladang, maka Paman Sadim sering memberikan makanan. Ada buah-buahan, singkong rebus, bahkan ikan atau belut yang dipancing.

Tidak saja memberikan makanan, tapi Paman Sadim juga mengajari cara memancing belut serta membuat layang-layang. Dan yang tak kalah pentingya, Paman Sadim sering bercerita tentang kedamaian, dan nasehat untuk menjadi orang yang mencintai kebaikan. (*)

 


 
Budi Saputra. Lahir pada 20 April 1990. Sejak tahun 2008 ia menulis di berbagai media massa seperti Padang Ekspres, Lampung Post, Suara Merdeka, Batam Pos, Lombok Post, Rakyat Sultra, Kompas, Koran Tempo. Ia merupakan Penulis Emerging UWRF 2012, serta Penulis Kurasi Sibi Kemdikbud 2024 dengan judul buku “Jalan Tropis Puisi”.

Komentar