Zafran
demam. Tubuhnya panas. Walaupun demam, tetapi dia masih berpuasa.
Ibu
berulang kali membujuk putra keduanya ini untuk makan dan minum obat.
Zafran
menggeleng. Padahal Ibu sudah menyiapkan nasi dan ayam goreng kesukaannya.
Ibu
menempelkan kompres di dahi Zafran. Putra kesayangannya itu memejamkan mata sambil
berbaring di atas tempat tidur.
Sesekali
tubuh Zafran menggigil. Ibu cemas. Suhu tubuh anaknya jauh lebih panas dari
cuaca di luar, meskipun matahari sedang di titik tertinggi di langit.
Di
tangan Ibu sudah ada sirup penurun panas.
“Nak,
minum obat dulu, ya,” rayu Ibu.
“Aku
puasa, Bu,” jawab Zafran lemah.
“Orang
sakit, boleh berbuka,” jelas Ibu.
“Nanti
puasaku gak penuh,” Zafran masih membalas Ibu, meskipun bicaranya pelan.
“Iya,
gak apa-apa,” balas Ibu.
Zafran
bergeming.
Dalam
pikiran Ibu, nampaknya Zafran ingin full
berpuasa di tahun ini. Sama seperti tahun lalu. Apalagi puasa tinggal sembilan
hari. Tapi sekarang Zafran sedang sakit, berbeda dengan tahun lalu.
Ibu
panik dan bingung. Tubuh Zafran sudah dibaluri ramuan bawang dicampur minyak
kelapa. Ibu juga sudah memijat punggung dan perut putranya itu.
Untuk
sementara, warung di depan rumah mereka dijaga oleh kakaknya Zafran, Zayyan. Zayyan
sudah bisa melayani pembeli jika ada yang berbelanja. Putra tertuanya itu
berumur sepuluh tahun, sedangkan usia Zafran tujuh tahun.
Ibu
dan Ayah sangat bangga kepada kedua putranya. Anak-anak mereka termasuk anak
yang saleh. Senang beribadah dan selalu menuruti apa yang disampaikan kedua
orang tuanya.
Ayah
dan Ibu juga sudah mengajarkan kepada kedua putranya untuk berpuasa mulai umur
enam tahun. Jika anaknya demam seperti ini, tentu Ibu akan maklum bila tidak
berpuasa. Sekarang Ibu tidak tahu harus melakukan apa. Pendirian Zafran kuat
sekali. Dia tidak ingin membatalkan puasa, walaupun sedang sakit.
Karena
kewalahan, Ibu sudah menelpon Ayah. Tapi Ayah belum bisa pulang. Masih ada pekerjaan
di kantor. Pulangnya nanti pukul tiga sore.
***
Saat ayah pulang, Zafran sudah terbangun. Tubuhnya masih
panas.
“Ayo, minum obatnya, Nak,” bujuk Ayah. “Besok kalau sudah
sembuh, Zafran bisa puasa lagi,”
Ibu
menggangguk. Ikut membujuk.
Zafran
menggeleng.
“Kenapa?”
Tanya Ayah.
“Nanti
puasaku gak penuh sebulan,” jawab Zafran.
Ayah
penasaran, masih menunggu yang akan diucapkan putranya.
“Kan
Ayah mau ngasih hadiah sepeda?” jawab
Zafran polos.
Ayah
tersenyum. Ibu juga.
“Baiklah,
Ayah janji. Hadiahnya tetap buat Zafran, walaupun puasanya gak penuh sebulan.
Karena Zafran sedang sakit.”
Perkataan
Ayah membuat Zafran senang, kemudian dia mengganguk.
Ibu
mengangsurkan beberapa sendok nasi dan ayam goreng kepada anaknya. Zafran
mengunyah pelan, lalu menelannya. Dia belum selera makan.
Ibu
kemudian memberi Zafran sirup penurun panas. Ibu lega, tinggal menunggu obatnya
bekerja.
Rupanya
Zafran takut jika batal puasa, hadiah yang pernah dijanjikan Ayahnya batal. Dia
sudah lama memimpikan punya sepeda baru.
Sepeda
yang selama ini dipakai Zafran adalah peninggalan dari kakaknya. Beberapa
bagian sudah mengelupas. Dia ingin seperti temannya yang punya sepeda baru,
bukan sepeda bekas. (*)
Bengkulu
Selatan, 22 Maret 2025
*) Neto Kosboyo lahir di Tanjung Raman, 8 Januari 1984. Guru kimia di SMA Negeri 6 Bengkulu Selatan ini hobi membaca dan bercita-cita ingin jadi penulis. Sudah menulis 1 buah novel, 2 buah buku cerita anak, dan beberapa buku antologi cerpen. Buku kumpulan cerpennya lulus Kurasi SIBI Kemendikbud Tahun 2024. Untuk berkenalan lebih lanjut bisa dihubungi melalui email netokosboyo@gmail.com atau facebook Neto Kosboyo.
Komentar
Posting Komentar