Malam
sudah larut. Takbir masih bergema di kejauhan.
Mata
Fikri belum terpejam. Padahal dia ingin bertemu malaikat di dalam mimpinya.
Alhamdulillah.
Fikri bersama adik-adiknya bisa berpuasa penuh pada Ramadan tahun ini.
Sebenarnya berpuasa bagi mereka bukan hal yang baru. Hari-hari mereka di luar
Ramadan pun lebih dari berpuasa. Makan dua kali sehari saja itu sudah mewah.
Fikri
tinggal bersama dua orang adiknya, Fahri dan Fanny. Bulan depan Fikri genap
berumur 10 tahun. Usia Fahri 8 tahun dan Fanny masih 5 tahun.
Di
pojok kamar mereka, di atas kasur tipis, Fanny tidur dengan lelap. Helaan napasnya
teratur. Dia memeluk bungkusan berisi mukena baru. Sebenarnya bukan baru, tapi
mukena itu baru ditemukan oleh Fikri saat mengais sampah di pembuangan akhir.
Kebetulan dia menemukan sekantung pakaian bekas yang dibuang pemiliknya. Salah
satu isinya adalah mukena anak-anak yang dipeluk oleh Fitri saat ini.
Di
sebelah Fikri, ada Fahri yang mendengkur halus. Fahri juga sedang memeluk sepasang
baju koko yang diperoleh Fikri dari temannya.
“Baju
ini sudah kekecilan, nampaknya muat sama adikmu,” ujar Yudha sambil menyerahkan
bingkisan kepada Fikri.
Fikri
mengucapkan terima kasih berulang kali. Kelegaan terpancar dari wajahnya.
Akhirnya adik-adiknya memiliki pakaian baru untuk lebaran besok pagi.
Fikri
tidak perlu memikirkan baju baru. Baginya kebahagiaan dirinya adalah melihat
adik-adiknya tersenyum.
***
Ada
hal yang membuat Fikri tidak bisa memejamkan matanya malam ini.
“Setelah salat Id besok, Pak Haji Rohim akan datang ke
rumahmu,” ucapan Wak Ida terngiang kembali.
Fikri tahu, maksud kedatangan Haji Rohim dan istrinya
adalah untuk membawa Fahri dan Fanny. Mereka ingin menjadikan adik-adiknya
sebagai penghuni panti asuhan yang mereka miliki di luar kota.
“Saat ini mereka hanya bisa menampung dua anak lagi,”
begitu alasan Wak Ida saat Fikri hanya terdiam. Nampaknya dia mampu membaca
pikiran Fikri.
“Lagi pula kamu ‘kan sudah bisa mandiri,” tambah beliau.
Fikri hanya mengangguk. Memendam genangan air yang ada di
kantung matanya.
Fikri
tahu. Semenjak kepergian Ibu mereka dua tahun lalu bersama suami barunya, dia
tidak dapat mengemban peran orang tua bagi adik-adiknya. Pekerjaannya sebagai
pengumpul barang bekas hanya bisa untuk hidup seadanya.
Sesekali
mereka akan mendapatkan bantuan dari para tetangga. Seperti beras, sayur,
ataupun lauk pauk. Namun tidak rutin. Sehingga Fikri harus bekerja keras. Fahri
sebenarnya ingin menolong, tetapi selalu dilarang. Karena apabila mereka pergi berdua,
siapa yang menjaga adik mereka.
Sore
tadi mereka mendapatkan pembagian beras dari zakat fitrah. Lumayan banyak.
Mungkin bisa untuk jatah satu bulan. Wak Ida juga berbagi rendang dan kue
lebaran. Ada juga tentangganya yang berbagi ketupat dan opor ayam. Sehingga
mereka berbuka tadi dengan makanan yang lezat. Fahri dan Fitri sampai menambah
dua kali sambil rebutan.
Fikri
sampai tertawa lebar melihat tingkah keduanya.
Tapi
malam ini, tawa saat berbuka tadi seolah lenyap.
Tak
terasa butiran bening mengalir di wajah Fikri.
“Tuhan
izinkan malaikat datang dalam mimpiku,” bisiknya sebelum berbaring kembali.
Fikri
ingin malaikat membawa cerita bahagia. Dia ingin tahu kabar Ayahnya yang sudah
lama pergi meninggalkan mereka. Dia juga ingin melihat kondisi ibunya.
Fikri
ingin sekali agar malaikat menyatukan keluarga mereka kembali. (*)
Bengkulu
Selatan, 25 Maret 2025
Neto
Kosboyo lahir di Tanjung Raman, 8 Januari 1984. Guru kimia di SMA Negeri 6
Bengkulu Selatan ini hobi membaca dan bercita-cita ingin jadi penulis. Sudah
menulis 1 buah novel, 2 buah buku cerita anak, dan beberapa buku antologi
cerpen. Buku kumpulan cerpennya lulus Kurasi SIBI Kemendikbud Tahun 2024. Untuk berkenalan lebih lanjut bisa dihubungi
melalui email netokosboyo@gmail.com
atau facebook Neto Kosboyo.
Komentar
Posting Komentar