KUE BOLU IKAN

 

Mak, ado kue bolu anguh?” pintaku pada Mak Idan yang tengah asyik menuangkan adonan ke dalam cetakan yang terbuat dari kuningan. Bentuknya beragam. Ada yang berbentuk ikan, bunga, dan persegi  panjang. Cetakan itu pun sangat berat.

Lai,” ucap Mak Idan seraya mengambil satu kue berbentuk ikan yang teronggok di atas dulang. Dulang itu terbuat dari kuningan. Bentuknya seperti lingkaran. Permukaannya datar dan berbibir pada bagian tepinya.

Dengan cepat kuraih kue berwarna coklat yang diulurkan Mak Idan ke tangan mungilku. Bahagia mendapatkan kue kesukaanku itu. Akupun segera beranjak pergi setelah mengucapkan terima kasih kepada Mak Idan.

Aku berlari berjingkrak menemui sahabatku, Ayang dan Mike.

Kue itu terasa sangat lezat di lidahku. Begitu lahapnya aku mengunyah kue itu. Sampai-sampai aku tidak menyadari. Ayang dan Mike begitu memperhatikanku.

Baa dek suko ono Naya jo kue anguh ri? Ndak paik?” tanya Ayang penasaran.

Lomak kue anguh ghe Yang. Cibolah! Mintak jo Odan Ayang ciek!” suruhku pada Ayang yang masih memperhatikan kulekku.

Indak de, Nay. Paik raso dek Ayang,” ucapnya sambil bergidik.

Ike iyo lo ndak nio de, Yang,” Mike ikut menimpali.

Warna e jo itam. Pasti paik,” tambahnya sambil tertawa. Aku dan Ayang pun ikut tertawa.

Iyo juo, yo,” kataku.

Eh, main dore wak lah,” ajakku pada mereka.

Nah!” seru Mike bersemangat.

Bio Ayang buek gambar dih,” Ayang langsung berdiri menuju halaman depan rumahku.

Permainan dore adalah permainan tradisional dari Minangkabau. Permainan ini dilakukan dengan cara melompat dari kotak ke kotak. Sebelum melompat pemain terlebih dahulu melemparkan pecahan keramik, batu,  atau lempengan tipis yang disebut uncak.

Ketika sedang asyik bermain. Terdengar jelas azan berkumandang. Masjid memang tidak jauh dari rumah kami.

Eh...lah obang. Ka masojik wak lah,” ajakku.

Pek lah. Ike ambiak talokuang lu dih,” kata Mike seraya berlari menuju rumahnya yang tak begitu jauh.

Ayang pun bergerak melangkah ke arah berlawanan. Rumah kami memang saling berdekatan. Kami pun sekolah di SD yang sama. Setiap pagi kami berangkat ke sekolah bersama. Setelah pulang, kami pun selalu bermain bersama. Bagi kami tiada hari tanpa bermain. Kadangkala bermain lompat tali. Lain waktu bermain tangkok lele, sipak tekong, congklak, dan masih banyak permainan tradisional lainnya.

Sesekali kami makan bersama di bondo. Bondo adalah sebutan sungai kecil yang ada di daerahku. Airnya sangat jernih dan bersih. Bondo sangat bermanfaat bagi warga sekitar. Banyak aktivitas sehari-hari yang dilakukan di sana. Ada yang mencuci piring, mencuci pakaian, mandi, dan lain sebagainya.

Setelah sholat berjamaah. Seperti biasa, kami tidur-tiduran di masjid sambil melepas penat setelah bermain.

Hoi...kalian lolok-lolok juo di masojik, yo. Pulanglah le!” suara Tuak Ongku mengagetkan kami. Sontak kami bangun.  

Jan bongi-bongih juo Tuak Ongku,” celotehku.

Copek gaek Tuak Ongku beko,” Mike menimpali.

Kami tergelak bersama sambil berlari ke luar masjid. Tuak Ongku sedikit geram melihat ulah kami.

Tuak Ongku adalah garin Masjid Gadang. Kami acapkali bercanda dan mengobrol dengan Tuak Ongku. Karena kami selalu salat berjamaah di masjid. Kami selalu bertemu dengan Tuak Ongku.

Menjelang pulang. Kami merencanakan akan bertukar kado esok hari. Ayang yang punya ide. Aku dan Mike pun setuju. Kami sepakat akan bertukar kado di lantai dua Masjid Gadang.

Lantai dua masjid sangat jarang digunakan, kecuali untuk kegiatan tertentu saja. Biasanya dipakai ketika hari raya karena lantai satu sudah penuh oleh warga yang melaksanakan salat id.

Sebelum tidur, aku berpikir. Kado apa yang akan aku berikan untuk sahabatku. Setelah cukup lama menentukan pilihan, kuputuskan untuk memilih satu benda yang sangat kusukai.

Keesokan harinya. Setelah salat asar berjamaah. Kami bertiga naik ke lantai dua masjid sambil membawa kado masing-masing. Kami duduk melingkar di teras mesjid. Dengan senyum simpul, kami meletakan kado yang dibungkus kertas koran itu di hadapan masing-masing.

Setelah menyepakati pola pertukaran kado. Kami pun mulai. Sambil menyayikan lagu Cing Ceripit, kado itu kami pindahkan ke hadapan yang lain. Perputaran kado berhenti setelah lagu selesai.

Ah.. Aku deg deg an. Kira-kira aku dapat apa ya?

Kuperhatikan Ayang dan Mike juga sama. Mereka juga tidak sabar ingin segera membuka kado mereka.

Dengan wajah sumringah, kami sepakat akan membuka kado setelah hitungan ketiga.

“1...2...3...” hitungku pelan.

Dengan cepat kami merobek kertas koran itu.

Alangkah terperanjatnya kami melihat isi kado itu.

Tanpa sadar, kami pun tertawa bersama. Tawa itu begitu lepas dan bahagia.

Ternyata isi kado kami sama. Kue bolu ikan anguh.

Ah...ternyata bahagia itu sederhana. Gumamku dalam hati. [*]


*) Naskah karya Peserta Lokakarya Penulisan Cerita Anak

Komentar