Cerita Anak: BERTANDING KALEGO

Matahari pagi ini menyorot Kiman dan tiga temannya di tanah lapang. Mereka tengah bersiap bertanding permainan kalego khas masyarakat Muna, Sulawesi Tenggara untuk memeriahkan hari kemerdekaan Indonesia. Kiman ditunjuk sebagai kapten dalam pertandingan itu.

“Kita harus mengenai dua atau lebih tempurung sekaligus lalu menang!” bisik Kiman kepada tiga temannya.

“Oke. Siap. Pastinya.” kata tiga teman Kiman.

Di luar garis bidang permainan, salah seorang panitia memaparkan aturan mainnya melalui megafon. Kalego hanya boleh dimainkan dengan menjepit tempurung di antara dua tumit lalu ditendang berputar ke belakang untuk mengenai sasaran tempurung lawan yang disusun tertelungkup dan di atas tempurung itu disusun tempurung lagi dengan posisi telentang. Kemudian kedua tim dipersilahkan bertanding. Tampak tim Kiman mendapat giliran pertama bermain setelah menang suten.

“Tembak dengan tepat tempurung kelapa yang berjejeran itu!” teriak Kiman kepada salah satu temannya.

“Aduh, hampir saja kena.” pemain pertama tidak mengenai tempurung lawan.

Sesuai dengan aturan maka dia akan digantikan dengan pemain selanjutnya. Tibalah pemain terakhir yakni Kiman mendapat kesempatan.

“Gawat, kesempatan kian menipis nih. Penembak menggunakan kaki seperti ini tidaklah mudah, harus konsentrasi penuh supaya mengenai sasaran.” batin Kiman yang mulai membidik empat tempurung yang berjejeran.

Berhasil, tembakan Kiman jitu. Kemudian disusul sorak-sorai dan tepuk tangan penonton merayakan keberhasilannya. Tinggal tiga sasaran tersisa, namun Kiman tidak mampu mengenainya. Tim Kiman pun mendapat satu poin.

Sepertinya pertandingan akan semakin berjalan sengit. Umbul-umbul yang dipasang mengelilingi lapangan kalego mengibas lebih kencang seperti memberi dukungan kepada kedua tim yang sedang bertanding.

Sekarang tampak berjejeran empat tempurung kelapa dari tim Kiman yang selanjutnya akan ditembak oleh tim lawan.

Dengan gagalnya penembak ketiga, tim lawan tinggal mendapat satu kesempatan lagi.

“Ahhh! Kakiku.” Nahas kakinya luka akibat gesekan ujung tempurung yang dibelah dengan tumit dan dia pun gagal mengenai sasaran. Wasit yang memimpin memutuskan tim Kiman jadi pemenangnya.

Dari kejauhan Kiman melihat kejadian itu dan terkejut. Kemudian dia bergegas mencari dan menemukan sesuatu dalam tasnya.

“Aku tempelkan plester ini untuk menutup lukamu.”

“Terima kasih.”

Semua penonton berdecak kagum melihat kejadian itu. Sikap yang ditunjukkan Kiman dalam lomba ini bukan saja sebagai lawan tetapi juga kawan. [*]

 


*) Saharul Hariyono, pengarya tulisan fiksi dan nonfiksi bisa dihubungi melalui surel: saharulhariyono@gmail.com dan Instagram: @hariyonosaharul.

 

Ingin naskahmu dimuat pustaka22.com? cek infonya DI SINI

Jangan lupa ikuti Sayembara Menulis Cerita Anak, lihat PERSYARATANNYA

 

Komentar