#SeriParenting
Siapa sih orang tua yang nggak ingin punya anak
cerdas. Semuanya pasti ingin dan mau. Cerdas di kelasnya, nilai rapornya angka
9 semua atau A semuanya. Bisa nggak anak menjadi cerdas sesuai yang kita
harapkan. Bisa dong, maka nggak bisa. Gimana caraya ya? Mau tahu trik dan
tipnya?
Bismillah, Ummi akan berbagi untuk dapat memiliki anak
yang cerdas. Sebelumnya orang tua juga harus tahu dahulu dengan multiple
intelligence. Itu, delapan kecerdasan Horward Garner. Menurut Pak Garner ini,
ada kecerdasan spasial, untuk anak yang punya kecerdasan visual yang bagus.
Anak yang suka menggambar, bisa saja dia punya kecerdasan spasial. Kemudian
kecerdasan lingusitik atau verbal. anak yang suka bicara atau menulis, berarti
punya kecerdasan lingustik, kecerdasan bahasa lho. Kalau yang suka hitung-hitungan,
artinya dia punya kecerdasan logis atau matematis. Anak yang suka berlari, main
panjat-panjatan berarti anaknya punya kercerdasan kinestetis atau gerak, besok
kalau sudah besar bisa jadi atlet dan pemain sepakbola profesional. Selanjutnya
anak yang suka bernyanyi dan dengarkan musik berarti punya kecerdasan musik dan
tidak semua orang bisa main musik. Ini yang lebih mantap lagi, anak yang peduli
dengan orang lain, suka membantu, berarti dia punya kecerdasan interpersonal.
Nah, anak yang dapat menjaga emosinya sendiri, tidak meledak-ledak, tidak
tantrum, sabar dalam hadapi masalah maka dia punya kecerdasan intrapersonal.
Anak yang suka dengan alam, suka bermain kotor-kotoran dengan lingkungannya
maka anak ini punya kecerdasan natural. Bisa saja, dia nanti akan menjadi
petani yang sukses atau punya kebun yang luas. Semua kemudian diikat dengan
satu kecerdasan luar biasa yang melengkapi menjadi sembilan, apa itu?
Kecerdasan spiritual di atas segalanya, keyakinan anak terhadap sang Khalik ini
yang paling utama. Anak punya keimanan dan keyakinan ada yang mengatur
semuanya. Tanpa Sang Pencipta, dia bukan siapa-siapa.
Apa hubungannya dengan anak kita jadi pintar dan
cerdas karena bermain? Ini yang harus disadari oleh orang tua. Setiap anak
kadang memiliki kecerdasan yang lebih dari satu. Tugas kita untuk membantu
mereka melejitkan sesuai dengan minat dan bakatnya, agar potensi dalam
diri mereka menjadi berprestasi. Gaya belajar anak yang membuat orang tua dan
guru harus memfasilitasinya. Anak yang gaya belajarnya kinestetis maka siapkan
cara belajar yang membuat mereka banyak gerak sehingga pembelajaran menjadi
menyenangkan dan bahagia. Ingat ya, kalau anak sudah senang dan bahagia
belajar, maka kondisi anak pada saat itu ada dalam kondisi gelombang otak
alpha. Kondisi gelombang otak yang lagi nyamannya sehingga masuklah materi
pembelajaran. Ada juga gaya belajar audio, jangan marahi anak yang belajar
sambil dengar musik, atau dia lebih suka gurunya berbicara. Artinya gaya
belajarnya audio, nah orang audio tidak bisa digabungkan dengan gaya belajar
visual. Gaya belajar visual, dia ingin belajar dari melihat, konsentrasinya
akan jalan ketika ada gambar yang dapat dilihatnya. Kadang anak punya beberapa
gaya belajar juga, tugas orang tua yang menyiapkan pembelajaran sesuai
gaya belajarnya. Untuk menciptakan gaya belajar ini, salah satunya dengan
bermain yang membuat mereka senang.
Wajar toh, para guru berusaha untuk menciptakan
pembelajaran dengan adanya ice breaking, tujuannya untuk
mendeteksi, anak ini kecendrungannya gaya belajarnya bagaimana, kemudian juga
ingin menyiapkan gelombang otak pada kondisi alpha yang membuat anak nyaman
dulu.
Apa yang membuat anak stress? Pagi dia belajar di
sekolah, siang dia ikut bimbel, malam dia harus ikut mengaji untuk tambahan
hafalan. Kapan waktu anaknya bermain? Kapan waktu mereka melatih multiple
intelegencesnya? Orang tua dan guru hanya berpatokan pada kecerdasan kognitif
anak, nilai rapornya sembilan semua atau A semua. Harus diingat oleh orang tua,
nilai di atas kertas tidak menjamin keberhasilannya pada masa yang akan datang.
Apa bekalnya untuk berhasil? Pengalaman belajar, dalam bermain sesama temannya
dia akan banyak belajar sesuai dengan kecerdasan, Howard Garner tadi. Oh, saya
takut anak saya terpengaruh lingkunga. Mari kita pikirkan bersama.
Hallo Ayah Bunda, untuk menjadikan anak kita baik,
nggak cukup dia sendiri saja yang baik. Perlu lingkungan yang baik untuk kita
bentuk agar anak tidak terpengaruh lingkungan. Nah, sekarang pertanyaannya,
apakah bunda dan yanda sudah punya andil juga untuk mendidik lingkungannya
sehingga anak kita bisa menjadi baik karena lingkungan yang baik. Tapi di
lapangan, apa yang kita lakukan, mengurung anak di rumah, memarahi mereka
bemain dengan anak tetangga yang tidak baik, menjejali dengan kegiatan ekstra
di luar sekolah sehingga lupa waktu anak bergaul dengan lingkungannya tidak
terbangun. Wajar yang hadir adalah pribadi individualis, hanya pikirkan diri
sendri. Orang tua sudah rampas waktu bermain anak dengan lingkungannya dan
membuat mereka tidak cerdas, terutama pada kecerdasan interpersonal dan
intrapersonal.
Sekarang mari biarkan anak bermain, dan kita bentuk lingkungan bermainnya, agar anak kita baik dan lingkungannya menjadi baik. Satu kampung diperlukan untuk mendidik satu anak. Ciptakan lingkungan bermain yang baik bagi anak untuk lejitkan kecerdasannya. [*]
Komentar
Posting Komentar